Makalah EYD (Ejaan Yang Disempurnakan)

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi ujaran,
dan bagaimana menghubungkan serta memisahkan lambang-lambang. Secara teknis,
ejaan adalah aturan penulisan huruf, penulisan kata, penulisan unsur serapan, dan
penulisan  tanda  baca. Bahasa  Indonesia  dalam  sejarah  perkembangannya  telah
menggunakan beberapa ejaan, antara lain ejaan Van Ophuiysen dan ejaan Soewandi.
Akan  tetapi,  sejak  1972,  tepatnya  pada  16  Agustus  1972,  telah  ditetapkan  dan
diberlakukan Ejaan yang Disempurnakan (EYD) yang diatur dalam Pedoman Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan
Istilah. Apabila pedoman ini dipelajari dan ditaati maka tidak akan terjadi kesalahan
pengejaan kata.
Pada  23  Mei  1972,  sebuah  pernyataan  bersama  telah  ditandatangani  oleh
Menteri Pelajaran Malaysia pada masa itu, Tun Hussien Onn dan Menteri Pendidikan
dan  Kebudayaan  Republik  Indonesia,  Mashuri.  Pernyataan  bersama  tersebut
mengandung persetujuan untuk melaksanakan asas yang telah disepakati oleh para
ahli dari kedua negara tentang Ejaan Baru dan Ejaan Yang Disempurnakan. Pada
tanggal 16 Agustus 1972, berdasarkan Keputusan Presiden No. 57, Tahun 1972,
berlakulah sistem ejaan Latin (Rumi dalam istilah bahasa Melayu Malaysia) bagi
bahasa Melayu dan bahasa Indonesia. Di Malaysia ejaan baru bersama ini dirujuk
sebagai  Ejaan  Rumi  Bersama  (ERB).  Selanjutnya  Departemen  Pendidikan  dan
Kebudayaan menyebarluaskan buku panduan pemakaian berjudul "Pedoman Ejaan
Bahasa  Indonesia  yang  Disempurnakan". Pada  tanggal  12  Oktober  1972,  Panitia
Pengembangan  Bahasa  Indonesia,  Departemen  Pendidikan  dan  Kebudayaan,
menerbitkan buku "Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan"
dengan  penjelasan  kaidah  penggunaan  yang  lebih  luas.  Setelah  itu,  Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No.0196/1975 memberlakukan
"Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum
Pembentukan Istilah".
Adalah suatu  kesalahan  besar jika  kita  menganggap bahwa  persoalan  dalam
pemilihan kata adalah suatu persoalan yang sederhana, tidak perlu dibicarakan atau
dipelajari  karena  akan  terjadi  dengan  sendirinya  secara  wajar  pada  diri  manusia.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menjumpai orang-orang yang sangat
sulit  mengungkapkan  maksud  atau  segala  sesuatu  yang  ada  dalam  pikirannya  dan
sedikit  sekali  variasi  bahasanya.  Kita  pun  juga  menjumpai  orang-orang  yang  boros
sekali dalam memakai perbendaharaan katanya, namun tidak memiliki makna yang
begitu berarti. Oleh karena itu agar tidak terseret ke dalam dua hal tersebut, kita harus
mengetahui betapa pentingnya peranan kata dalam kehidupan sehari-hari.
Tujuan  manusia  berkomunikasi  lewat  bahasa  adalah  agar  saling  memahami
antara  pembicara  dan  pendengar,  atau  antara  penulis  dan  pembaca.  Dalam
berkomunikasi, kata-kata disatu-padukan dalam suatu konstruksi yang lebih besar
berdasarkan  kaidah-kaidah  sintaksis  yang  ada  dalam  suatu  bahasa.  Dalam  hal  ini,
pemilihan kata yang tepat menjadi salah satu faktor penentu dalam komunikasi.
Pemilihan kata merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam hal
tulis-menulis  maupun  berbicara  dalam  kehidupan  sehari-hari.  Pemilihan  kata
berhubungan erat dengan kaidah sintaksis, kaidah makna, kaidah hubungan sosial,
dan  kaidah  mengarang.  Kaidah-kaidah  ini  saling  mendukung  sehingga  tulisan  atau
apa  yang  kita  bicarakan  menjadi  lebih  berbobot  dan  bernilai  serta  lebih  mudah
dipahami dan dimengerti oleh orang lain.
1.2  Rumusan Masalah
Sesuai  dengan  latar  belakang  di  atas  maka  perlu  kiranya  kita  untuk
mengetahui lebih jauh lagi mengenai pengguanaan kata-kata yang baik dan benar
serta sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang tercantum dalam kamus Ejaan
Yang Disempurnakan EYD).
1.3  Ruang Lingkup Ejaan Yang Disempurnakan (EYD)
Pada makalah ini ruang lingkup EYD yang akan kami bahas yaitu:
1.3.1  Penulisan Kata Dasar
1.3.2  Penulisan Kata Ulang
1.3.3  Penulisan Gabungan Kata
1.3.4  Penulisan Kata Depan
1.3.5  Penulisan Partikel
1.3.6  Penulisan Kata Ganti
1.3.7  Penulisan Kata Serapan
1.3.8  Penulisan Angka dan Lambang Bilangan
1.3.9  Penulisan Bentuk Singkat, Singkatan, dan Akronim
1.3.10  Tanda Baca
1.4  Tujuan
Adapun tujuan yang ingin kami capai dari penulisan karya tulis ini adalah:
1.4.1  Dapat  memahami  penulisan  kata  dasar  yang  baik  dan  benar  sesuai
dengan EYD.
1.4.2  Dapat memahami penulisan kata ulang yang baik dan benar sesuai
dengan EYD.
1.4.3  Dapat memahami penulisan gabungan kata yang baik dan benar sesuai
dengan EYD.
1.4.4  Dapat memahami penulisan kata depan yang baik dan benar sesuai
dengan EYD.
1.4.5  Dapat  memahami  penulisan  partikel  yang  baik  dan  benar  sesuai
dengan EYD
1.4.6  Dapat  memahami  penulisan  kata  ganti yang  baik  dan  benar  sesuai
dengan EYD.
1.4.7  Dapat memahami penulisan kata serapan yang baik dan benar sesuai
dengan EYD.
1.4.8  Dapat memahami penulisan angka dan lambang bilangan yang baik
dan benar sesuai dengan EYD.
1.4.9  Dapat memahami penulisan bentuk singkatan, singkatan, dan akronim
yang baik dan benar sesuai dengan EYD.
1.4.10 Dapat  memahami  dan  mengembangkan  tulisan  dengan  tanda  baca
yang baik dan benar sesuai dengan EYD.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Penulisan Kata Dasar
Kata dasar adalah kata yang ditulis sebagai satu kesatuan. Contohnya buku,
meja, kursi, kampus, ibu dan yang lainnya.
2.2  Penulisan Kata Ulang
Berikut pedoman penulisan kata ulang yang tertera dalam pedoman EYD:
1.  Kata  ulang  ditulis  dengan  menggunakan  tanda  hubung  di  antara  unsurunsurnya, misalnya anak-anak, kupu-kupu, dan sayur-mayur.
2.  Pengulangan  kata  majemuk  berupa  kata  benda  pada  umumnya  dilakukan
dengan mengulang unsur pertama, misalnya rumah-rumah makan, surat-surat
kabar, kereta-kereta api cepat.
3.  Pengulangan  kata  majemuk yang  ditulis  serangkai karena  sudah  dianggap
padu  dilakukan  dengan  mengulang  seluruh  kata  majemuk  itu,
misalnya segitiga-segitiga dan saputangan-saputangan.
4.  Kata  ulang  ditulis serangkai  dengan  awalan  atau  akhiran,  misalnya berhatihati dan perundang-undangan.
5.  Angka 2 dapat digunakan dalam penulisan bentuk ulang untuk keperluan
khusus,  seperti  dalam  pembuatan  catatan  rapat  atau  kuliah.  Misalnya
Pemerintah sedang mempersiapkan rancangan undang
2
baru.
6.  Untuk  penulisan  kata  ulang  yang  berawalan me-, Meskipun  pedoman  EYD
tidak  mencantumkan  aturannya,  tampaknya kaidah  KTSP memengaruhi
kaidah pengulangan:
a.  Kata dasar yang tidak mengalami peluluhan KTSP diulang dalam bentuk
dasarnya, misalnya mengulur-ulur (bukan mengulur-ngulur).
b.  Kata  dasar  yang  mengalami  peluluhan  KTSP  diulang  dalam  bentuk
luluhnya,  misalnya memanggil-manggil (bukan memanggil-panggil)
dan mengacau-ngacaukan (bukan mengacau-kacaukan).
2.3  Penulisan Gabungan Kata
Kata majemuk juga memiliki  pengertian gabungan dua kata atau lebih yang
memiliki struktur tetap, tidak dapat di sisipi kata lain atau dipisahkan strukturnya
karena akan memengaruhi arti secara keseluruhan.
Penulisan gabungan kata sesuai dengan EYD yaitu:
1.  Gabungan kata, termasuk istilah khusus, ditulis terpisah. Contoh: duta besar,
orang tua, ibu kota, sepak bola. 
2.  Gabungan  kata,  termasuk  istilah  khusus,  yang  mungkin  menimbulkan
kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan
pertalian.  Contoh:  anak-istri  saya  (anak  istri-saya),  ibu-bapak  kami  (ibu
bapak-saya).
3.  Beberapa  gabungan  kata  yang  sudah  lazim  dapat  ditulis  serangkai.  Lihat
bagian Gabungan kata yang ditulis serangkai.
Benar  Salah
Acapkali  acap kali
Adakalanya  ada kalanya
Kacamata  kaca mata
Apalagi  apa lagi
Barangkali  barang kali
Beasiswa  bea siswa
Belasungkawa  bela sungkawa
Bilamana  bila mana
Bumiputra  bumi putra
Daripada  dari pada
Kasatmata  kasat mata
Manakala  mana kala
Peribahasa  peri bahasa
Radioaktif  radio aktif
Segitiga  segi tiga
Sekalipun  sekali pun
Sukacita  suka cita
Sukarela  suka rela
4.  Jika  salah  satu  unsur  gabungan  kata  hanya  dipakai  dalam  kombinasi,
gabungan  kata  itu  ditulis  serangkai.  Misalnya:  adibusana,  antarkota,
biokimia, caturtunggal, dasawarsa, inkonvensional, kosponsor.
5.  Jika bentuk terikan diikuti oleh kata yang huruf awalnya kapital, di antara
kedua unsur kata itu ditulisakan tanda hubung (-). Misalnya: non-Asia, neoNazi
2.4  Penulisan Kata Depan
Kata  depan di, ke,  dan dari ditulis  terpisah  dari  kata  yang  mengikutinya,
kecuali  di  dalam  gabungan  kata  yang  sudah  lazim  dianggap  sebagai  satu  kata,
seperti kepada dan daripada. Misalnya: di sini, di mana, di luar, di dalam, ke kantor,
ke sana, dari dalam. Pengecualian terhadapkKata-kata yang dicetak miring di dalam
kalimat seperti di bawah ini ditulis serangkai.
Misalnya:
-   Kami percaya sepenuhnya kepadanya.
-   Dia lebih tua daripada saya.
-   Dia masuk, lalu keluar lagi.
-   Bawa kemari gambar itu.
-   Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu.
2.5  Penulisan Partikel
Aturan penulisan partikel dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Partikel  lah,  kah,  dan  tah  ditulis  serangkai  dengan  kata  yang
mendahuluinya. Misalnya bacalah, siapakah.
2.  Partikel pun ditulis terpisah dari kataa yang mendahuluinya.
Misalnya:
-   Apa pun  permasalahannya,  Deni  dapat  mengatasinya  dengan
bijaksana.
-   Satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku.
3.  Partikel pun pada gabungan yang lazim dianggap padu ditulis serangkai
dengan  kata  yang  mendahuluinya.  Misalnya  adapun,  bagaimanapun,
maupun, sekalipun, walaupun, dll.
4.  Partikel per yang berarti demi, tiap, atau mulai ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya.
Misalnya:
-   Mereka masuk ke dalam ruang satu per satu.
-   Harga kain itu Rp50.000,00 per  meter.
2.6  Penulisan Kata Ganti
Adapun aturan penulisan kata ganti ku-,kau-, -ku, -mu, dan -nya dalam Ejaan
Yang Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya.
Misalnya:
-   Baju ini boleh kaupakai.
-   Kumiliki dirimu seutuhnya.
2.  Kata  ganti  -ku,  -mu,  dan  -nya  ditulis  serangkai  dengan  kata  yang
mendahuluinya.
Misalnya:
-   Bukumu, bukunya dan bukuku tersimpan di Perpustakaan.
-   Rumahnya sedang diperbaiki.
-   Dimanakah rumahmu.
3.  Kata ganti -ku, -mu, dan -nya dirangkai dengan tanda hubung apabila
digabung dengan bentuk yang berupa singkatan atau kata yang diawali
dengan huruf kapital.
Misalnya:
-  KTP-mu
-  SIM-nya
-  STNK-ku
2.7  Penulisan Kata Serapan
Kata  serapan  adalah  kata-kata  atau istilah  yang  diambil  dari  bahasa  asing.
Penulisan  kata  serapan  itu  dilakukan  memlalui  cara  adaptasi  (contoh  system,
analisis), adopsi (contoh film, modern, program), dan penerjemahan (tembus pandang
dari  kata  transparent).  Aturan  penulisan  kata  serapan  dalam  Ejaan  Yang
Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Xmnmc,
2.
2.8  Penulisan Angka dan Lambang Bilangan
Bilangan  dapat dinyatakan dengan angka atau kata. Angka dipakai sebagai
lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau
angka Romawi.
-  Angka Arab   : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9
-  Angka Romawi  : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500),
M (1000), V (5.000).
Aturan  penulisan  angka  dan  lambang  bilangan  dalam  Ejaan  Yang
Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Bilangan di dalam teks yang dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata
ditulis dengan huruf, kecuali bilangan itu dipakai secara berurutan seperti
dalam perincian atau paparan.
Misalnya:
-  Deni menonton drama itu sampai tiga kali.
-  Koleksi Perpustakaan di Undiksha mencapai satu juta buku.
-  Di antara 50 anggota yang hadir dalam rapat itu 40 orang setuju, dan
10 orang tidak setuju dengan argumen Deni.
2.  Bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf, jika lebih dari dua kata,
susunan kalimat diubah agar bilangan yang tidak dapat ditulis dengan
huruf itu tidak ada pada awal kalimat.
Misalnya:
-   Panitia mengundang 250 orang peserta dalam seminar itu (bukan 250
orang peserta diundang Panitia dalam seminar itu).
-  Lima puluh siswa kelas 6 lulus ujian.
3.  Angka  yang  menunjukkan  bilangan  utuh  besar  dapat  dieja  sebagian
supaya lebih mudah dibaca.
Misalnya:
-  Proyek pemberdayaan ekonomi rakyat itu memerlukan biaya Rp10
triliun.
-  Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 550 miliar rupiah.
4.  Angka digunakan untuk menyatakan (a) ukuran panjang, berat, luas, dan
isi; (b) satuan waktu; (c) nilai uang; dan (d) jumlah.
Misalnya:
-  0,5 sentimeter
-  Tahun 1928
-  10 liter
-  17 Agustus 1945
-  Rp2.000,00
5.  Angka digunakan untuk melambangkan nomor jalan, rumah, apartemen,
atau kamar.
Misalnya:
-  Jalan Pulau Buton II No. 5
-  Apartemen No. 7
-  Kamar No. 9
6.  Angka digunakan untuk menomori bagian karangan atau ayat kitab suci.
Misalnya:
-  Bab X
-  Pasal 8
-  Halaman 78
7.  Penulisan bilangan dengan huruf dilakukan sebagai berikut.
Misalnya:
-  Bilangan utuh: dua belas (12), tiga puluh (30), dll.
-  Bilangan pecahan: setengah (½), tiga perempat(¾), satu persen (1%),
dll.
8.  Penulisan bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara berikut.
Misalnya:
-  Pada awal abad XX  (angka Romawi kapital).
-  Pada abad ke-20 ini (angka Arab).
-   Di tingkat kedua gedung itu (huruf).
9.  Penulisan bilangan yang mendapat akhiran -an mengikuti cara berikut. 
Misalnya:
-   Lima lembar uang 1.000-an (Lima lembar uang seribuan).
-  Tahun1950-an (Tahun seribu sembilan ratus lima puluhan)
10.  Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan  huruf sekaligus dalam
teks (kecuali di dalam dokumen resmi, seperti akta dan kuitansi).
Misalnya:
-  Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.
-  Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai.
11.  Jika  bilangan  dilambangkan  dengan  angka  dan    huruf,  penulisannya
harus tepat.
Misalnya:
-  Bukti pembelian  barang seharga Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah)
ke atas harus dilampirkan pada laporan pertanggungjawaban.
-  Dia  membeli  uang  dolar  Amerika  Serikat  sebanyak $5,000.00 (lima
ribu dolar).
Catatan:
1.  Angka Romawi digunakan untuk menyatakan penomoran bab (dalam terbitan
atau produk perundang-undangan) dan nomor jalan.
2.  Angka Romawi tidak digunakan untuk menyatakan jumlah.
3.  Angka Romawi kecil digunakan untuk penomoran halaman sebelum BAB I
dalam naskah dan buku.
2.9  Penulisan Bentuk Singkatan, Singkatan, dan Akronom
1.  Singkatan adalah bentuk singkat yang terdiri atas satu huruf atau lebih.
a.  Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat
diikuti dengan tanda titik di belakang tiap-tiap singkatan itu.
Misalnya:
-  H. Abdul Muis (Haji Hamid)
-  W.R. Supratman (Wage Rudolf Supratman)
-  M.B.A. (Master of Business Administration)
-  M. Hum (Magister Humaniora)
-  M.Si (Mangister Sains)
-  S.E. (Sarjana Ekonomi)
-  S.Sos (Sarjana Sosial)
-  S.Kom (Sarjana Ilmu Komputer)
-  S.K.M. (Sarjana Kesehatan Masyarakat)
-  Bpk. (Bapak)
-  Sdr. (Saudara)
-  Kol. (Kolonel)
b.  Singkatan  nama  resmi  lembaga  pemerintah  dan  ketatanegaraan,
badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas
gabungan huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak
diikuti dengan tanda titik.
Misalnya
-  DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
-  PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa)
-  WHO (World Health Organization)
-  PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia)
-  KTP (Kartu Tanda Penduduk)
c.  Singkatan kata yang berupa gabungan huruf diikuti dengan tanda
titik.
Misalnya:
-  jml. (jumlah)
-  kpd. (kepada)
-  tgl. (tanggal)
d.  Singkatan  gabungan  kata  yang  terdiri  atas  tiga  huruf  diakhiri
dengan tanda titik. Singkatan ini dapat digunakan untuk keperluan
khusus, seperti dalam pembuatan catatan rapat dan kuliah.
Misalnya:
-  Yth. (Yang terhormat)
-  dll. (dan lain-lain)
-  dsb. (dan sebagainya)
-  dst. (dan seterusnya)
e.  Singkatan  gabungan  kata  yang  terdiri  atas  dua  huruf  (lazim
digunakan dalam surat-menyurat) masing-masing diikuti oleh tanda
titik.
Misalnya:
-   a.n. (atas nama)
-  u.p. (untuk perhatian)
-  d.a. (dengan alamat)
f.  Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan
mata uang tidak diikuti tanda dengan titik.
Misalnya:
-  CO (Karbon Monoksida)
-  cm (sentimeter)
-  kg (kilogram)
-  kVA (kilovolt ampere)
-  Rp (rupiah)
2.  Akronim ialah singkatan dari dua kata atau lebih yang dipergunakan
sebagai sebuah kata.
a.  Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal unsur-unsur
nama diri ditulis seluruhnya dengan huruf kapital tanpa tanda titik.
Misalnya:
-  LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
-  LAN (Lembaga Administrasi Negara)
-  PASI (Persatuan Atletik Seluruh Indonesia)
b.  Akronim  nama  diri  yang  berupa  singkatan  dari  beberapa  unsur
ditulis dengan huruf awal kapital.
Misalnya:
-  Bulog (Badan Urusan Logistik)
-  Bappenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional)
c.  Akronim bukan  nama diri yang berupa singkatan dari dua kata atau
lebih ditulis dengan huruf kecil.
Misalnya:
-  pemilu (pemilihan umum)
-  rudal (peluru kendali)
-  tilang (bukti pelanggaran)
Catatan:
1.  Jika pembentukan akronim dianggap perlu, hendaknya diperhatikan syaratsyarat berikut.
a.  Jumlah  suku  kata  akronim  tidak  melebihi  jumlah  suku  kata  yang  lazim
pada kata Indonesia (tidak lebih dari tiga suku kata).
b.  Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan
konsonan yang sesuai dengan pola kata bahasa Indonesia yang lazim agar
mudah diucapkan dan diingat.
2.10  Penulisan Tanda Baca
A. Tanda Titik (.)
Aturan  penggunaan  tanda  baca  titik  dalam  Ejaan  Yang
Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Tanda  titik  dipakai  pada  akhir  kalimat  yang  bukan  pertanyaan  atau
seruan.
Misalnya:
-   Deni tinggal di Singaraja.
-  Hari ini akan ada pemilihan umum.
Catatan:
Tanda  titik  tidak  digunakan  pada  akhir  kalimat  yang  unsur  akhirnya
sudah bertanda titik.
Mialnya:
-  Buku itu disusun oleh Drs. Sudjatmiko, M.A.
-  Dia memerlukan meja, kursi, dsb.
2.  Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar, atau daftar
Misalnya:
-  III. Norma
A. Pengertian Norma
1. Norma Hukum
Catatan:
Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau  huruf dalam suatu
bagan atau  ikhtisar jika angka atau  huruf  itu merupakan yang terakhir dalam
deretan angka atau huruf.
Misalnya:
-  1. Patokan Umum
1.1 Isi Karangan
1.2 Ilustrasi
1.2.1 Gambar Tangan
1.2.2 Grafik
3.  Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukkan waktu.
Misalnya:
-  Pukul 1.35.20 (Pukul 1 lewat 35 menit 20 detik).
Catatan:
Penulisan waktu dengan angka dapat mengikuti salah satu cara berikut.
a.   Penulisan  waktu  dengan  angka  dalam  sistem  12  dapat  dilengkapi
dengan keterangan pagi, siang,sore, atau malam.
Misalnya:
-  pukul 5.00 sore
-   pukul 7.00 pagi
b.  Penulisan waktu dengan angka dalam sistem 24 tidak memerlukan
keterangan pagi, siang, atau malam.
Misalnya:
-  pukul 00.45
-  pukul 22.00
4.  Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis, judul
tulisan  yang  tidak  berakhir  dengan  tanda  tanya  atau  tanda  seru,  dan
tempat terbit.
Misalnya:
-   Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1998. Tata Bahasa Baku
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
5.  Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya
yang menunjukkan jumlah.
Misalnya:
-  Siswa yang lulus masuk Perguruan Tinggi Negeri 12.000 orang.
-  Penduduk Singaraja lebih dari 11.000.000 orang.
Catatan:
a.   Tanda  titik tidak  dipakai  untuk  memisahkan  bilangan  ribuan  atau
kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah.
Misalnya:
-  Dia lahir pada tahun1956 di Bandung.
-  Nomor gironya5645678.
b.  Tanda  titik  tidak  dipakai  pada  akhir  judul  yang  merupakan  kepala
karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya.
Misalnya:
-  Acara Kunjungan Menteri Pendidikan Nasional
-  Salah Asuhan
c.  Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) nama dan alamat penerima
surat,  (2)  nama  dan  alamat  pengirim  surat,  dan  (3)  di  belakang
tanggal surat.
Misalnya:
-  Yth. Kepala Kantor Penempatan Tenaga
-  21 April 2008
-  Yth. Sdr. Moh Hasan
Jalan Arif Rahmad 43
Palembang
d.  Pemisahan bilangan ribuan atau kelipatannya dan desimal dilakukan
sebagai berikut.
Misalnya:
-  Rp200.250,75
-  8.750 m
-  8,750 m
6.  Tanda titik dipakai pada penulisan singkatan
Misalnya:
-  S.E.
-  dll.
B.  Tanda Koma (,)
Aturan  pemakaian  tanda  koma  dalam  Ejaan  Yang  Disempurnakan
(EYD), yaitu:
1.  Tanda koma dipakai di antara unsur unsur dalam suatu perincian atau
pembilangan.
Misalnya:
-  Deni membeli kertas, pena, dan tinta.
-   Satu, dua, ….. tiga!
2.  Tanda  koma  dipakai  untuk  memisahkan  kalimat  setara  yang  satu  dari
kalimat  setara  berikutnya  yang  didahului  dengan  kata  seperti
tetapi, melainkan, sedangkan, dan kecuali.
Misalnya:
-  Deni senang membaca cerita pendek, sedangkan adiknya suka membaca
puisi.
-  Semua mahasiswa harus hadir, kecuali yang tinggal di luar kota.
3.  Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat
jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
Misalnya:
-  Agar memiliki wawasan yang luas, kita harus banyak membaca buku.
-  Karena tidak congkak, dia mempunyai banyak teman.
Catatan:
Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk
kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya.
Misalnya:
-   Dia mempunyai banyak teman karena tidak congkak.
-  Kita harus membaca banyak buku agar memiliki wawasan yang luas.
4.  Tanda  koma  dipakai  di  belakang  kata  atau  ungkapan  penghubung
antarkalimat  yang  terdapat  pada  awal  kalimat,  seperti oleh  karena
itu, jadi,dengan demikian,sehubungan dengan itu, dan meskipun begitu.
Misalnya:
-  Anak  itu  rajin  dan  pandai. Oleh  karena  itu,  dia  memperoleh  beasiswa
belajar di luar negeri.
-  Anak  itu  memang  rajin  membaca  sejak  kecil. Jadi,  wajar  kalau  dia
menjadi bintang kelas.
5.  Tanda  koma  dipakai  untuk  memisahkan  kata  seru,  seperti o,   ya, wah,
aduh,  dan kasihan,  atau  kata-kata  yang  digunakan  sebagai  sapaan,
seperti Bu, Dik, atau Mas dari kata lain yang terdapat di dalam kalimat.
Misalnya:
-   Mas, kapan pilang?
-  Mengapa kamu diam, Dik?
6.  Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain
dalam kalimat.
Misalnya:
-  Kata Ibu, "Saya gembira sekali."
7.  DTanda  koma  tidak  dipakai  untuk  memisahkan  petikan  langsung  dari
bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu
berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
Misalnya:
-  "Di mana Saudara tinggal?" tanya Pak Deni.
-  "Masuk ke kelas sekarang!" perintahnya.
8.  Tanda koma dipakai di antara (a) nama dan alamat, (b) bagian bagian
alamat, (c) tempat dan tanggal, serta (d) nama tempat dan wilayah atau
negeri yang ditulis berurutan.
Misalnya:
-  Singaraja, 28 Februari 2013
-   Jalan Pulai Buton, Gang Ceroring No. 1, Singaraja
9.  Tanda  koma  dipakai  untuk  memisahkan  bagian  nama  yang  dibalik
susunannya dalam daftar pustaka.
Misalnya:
-  Sugono,  Dendy.  2009. Mahir  Berbahasa  Indonesia  dengan  Benar.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
10.  Tanda  koma  dipakai  di  antara  bagian  bagian  dalam  catatan  kaki  atau
catatan akhir.
Misalnya:
-  Alisjahbana, S. Takdir, Tata Bahasa Baru Bahasa Indonesia. Jilid 2
(Jakarta: Pustaka Rakyat, 1950), hlm. 25.
11.  Tanda  koma  dipakai  di  antara  nama  orang  dan  gelar  akademik  yang
mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga,
atau marga.
Misalnya:
-  I Made Tampul, S.E., M.M.
-  Komang Wisnu Baskara P, S.Kom.
12.  Tanda koma dipakai di muka angka desimal atau di antara rupiah dan sen
yang dinyatakan dengan angka.
Misalnya:
-  Rp750,00
-  12,5 m
13.  Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya
tidak membatasi.
Misalnya:
-  Guru saya, Pak Deni, pandai sekali.
-  Semua  siswa,baik  laki-laki  maupun  perempuan,  mengikuti  latihan
paduan suara.
14.  Tanda koma dapat dipakai untuk menghindari salah baca/salah pengertian
di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat.
Misalnya:
-  Atas perhatian Saudara, kami ucapan terima kasih.
-  Dalam pengembangan bahasa, kita dapat memanfaatkan bahasa-bahasa
di kawasan nusantara ini.
C. Tanda Titik Koma (;)
Adapun  aturan  penggunaan  tanda  titik  koma  dalam  Ejaan  Yang
Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Tanda  titik  koma  dipakai  sebagai  pengganti  kata  penghubung  untuk
memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk setara.
Misalnya:
-  Ayah  mengurus  tanaman  di  kebun;  Ibu  menulis  makalah  di  ruang
kerjanya; Adik membaca di teras depan; saya sendiri asyik memetik
gitar menyanyikan puisi-puisi penyair kesayanganku.
-  Hari sudah malam; anak anak masih membaca buku buku yang baru
dibeli ayahnya.
2.  Tanda titik koma digunakan untuk mengakhiri pernyataan perincian dalam
kalimat  yang  berupa  frasa  atau  kelompok  kata.  Dalam  hubungan  itu,
sebelum perincian terakhir tidak perlu digunakan kata dan.
Misalnya:
-  Syarat syarat penerimaan pegawai negeri sipil di lembaga ini:
a. berkewarganegaraan Indonesia;
b. berbadan sehat;
c. bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
3.  Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan dua kalimat setara atau
lebih apabila unsur-unsur setiap bagian itu dipisah oleh tanda baca dan kata
hubung.
Misalnya:
-  Agenda rapat ini meliputi pemilihan ketua, sekretaris, dan bendahara;
penyusunan anggaran dasar, anggaran rumah tangga, dan program kerja;
pendataan anggota, dokumentasi, dan aset organisasi.
-  Ibu membeli buku, pensil, dan tinta; baju, celana, dan kaos; pisang, apel,
dan jeruk.
D. Tanda Titik Dua (:)
Aturan penggunaan tanda titik dua dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), yaitu:
1.  Tanda titik dua dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap yang diikuti
rangkaian atau pemerian.
Misalnya:
-  Kita  sekarang  memerlukan  perabot  rumah  tangga:  kursi,  meja,  dan
lemari.
Catatan:
Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan
pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
Misalnya:
-   Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari.
2.  Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau ungkapan  yang memerlukan
pemerian.
Misalnya:
-  Ketua  : Adi Premayogi
Sekretaris  : Deni
Bendahara  : Agus
3.  Tanda  titik  dua dapat  dipakai  dalam  naskah  drama  sesudah  kata  yang
menunjukkan pelaku dalam percakapan.
Misalnya:
-  Ibu  : “Bawa kompor ini, Nak!”
Deni  : “Baik, Bu.”
4.  Tanda titik dua dipakai di antara (a) jilid atau nomor dan halaman, (b) bab
dan ayat dalam kitab suci, (c) judul dan anak judul suatu karangan, serta (d)
nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan.
Misalnya:
-  Horison, XLIII, No. 8/2008: 8
-  Pedoman  Umum  Pembentukan  Istilah  Edisi  Ketiga.  Jakarta:  Pusat
Bahasa
E.  Tanda Hubung (-)
Aturan penggunaan tanda hubung dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), yaitu:
1.  Tanda hubung menyambung suku-suku kata yang terpisah oleh pergantian
baris.
Misalnya:
-  Sebagaimana kata peribahasa, tak ada gading yang tak retak.
2.  Tanda  hubung  menyambung  awalan  dengan  bagian  kata  yang
mengikutinya atau akhiran dengan bagian kata  yang mendahuluinya pada
pergantian baris.
Misalnya:
-  Kini ada cara baru untuk mengukur panas.
-  Senjata ini merupakan sarana pertahanan yang canggih.
3.  Tanda hubung digunakan untuk menyambung unsur-unsur kata ulang.
Misalnya:
-  Anak-anak
-  Berulang-ulang
4.  Tanda hubung digunakan untuk menyambung bagian-bagian tanggal dan
huruf dalam kata yang dieja satu-satu.
Misalanya:
-  17-8-2013
-  D-e-n-i
5.  Tanda  hubung  boleh  dipakai  untuk  memperjelas  (a)  hubungan  bagianbagian  kata  atau  ungkapan  dan  (b)  penghilangan  bagian  frasa  atau
kelompok kata.
Misalnya:
-  ber-evolusi
-  Karyawan boleh mengajak anak-istri ke acara pertemuan besok.
-  tanggung-jawab- dan –kesetiakawanan sosial (tanggungjawab sosial dan
kesetiakawanan sosial).
6.  Tanda hubung dipakai untuk merangkai:
a. se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital,
b. ke- dengan angka,
c. Angka denga –an,
d. Kata atau imbuhan dengan singkatan berhuruf kapital,
e. Kata ganti yang berbentuk imbuhan, dan
f. Gabungan kata yang merupakan kesatuan.
Misalnya:
-  se-Indonesia
-  peringkat ke-1
-  tahun 1950-an
-  sinar-X
-  mem-PHK-kan
- Bandara Sukarno-Hatta
7.  Tanda hubung dipakai untuk merangkai unsur bahasa Indonesia dengan
unsur bahasa asing.
Misalnya:
-  di-smash
-  pen-tackle-an
F.  Tanda Pisah (–)
Adapun  aturan  penggunaan  tanda  pisah  dalam  Ejaan  Yang
Disempurnakan (EYD), yaitu sebagai berikut:
1.  Tanda pisah dipakai untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang
memberi penjelasan di luar bangun utama kalimat.
Misalnya:
-  Kemerdekaan itu—hak segala bangsa—harus dipertahankan.
-  Keberhasilan  itu–saya  yakin–dapat  dicapai  kalau  kita  mau  berusaha
keras.
2.  Tanda pisah dipakai untuk menegaskan adanya keterangan aposisi atau
keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas.
Misalnya:
-  Gerakan  Pengutamaan  Bahasa  Indonesia–amanat  Sumpah  Pemuda–
harus terus ditingkatkan.
-  Rangkaian  temuan  ini–evolusi,  teori  kenisbian,  dan  kini  juga
pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.
3.  Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan, tanggal, atau tempat dengan
arti 'sampai dengan' atau 'sampai ke'.
Misalnya:
-   Tahun 1928—2008
-  Tanggal 5—10 April 2012
Catatan:
1.  Tanda  pisah  tunggal  dapat  digunakan  untuk  memisahkan  keterangan
tambahan pada akhir kalimat.
Misalnya:
-  Kita memerlukan alat tulis–pena, pensil, dan kertas.
2.  Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung
tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
G. Tanda Tanya (?)
Aturan  penggunaan  tanda  tanya  pada  Ejaan  Yang  Disempurnakan
(EYD), yaitu:
1.  Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.
Misalnya:
-  Kapan Deni pulang?
2.  Tanda  tanya  dipakai  di  dalam  tanda  kurung  untuk  menyatakan  bagian
kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.
Misalnya:
-  Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.
H. Tanda Seru (!)
Tanda seru dipakai untuk mengakhiri ungkapan atau pernyataan yang
berupa  seruan  atau  perintah  yang  menggambarkan  kesungguhan,
ketidakpercayaan, ataupun emosi yang kuat.
Misalnya:
-   Alangkah indahnya taman laut ini!
-  Bersihkan kamar itu sekarang juga!
-  Merdeka!
I.  Tanda Elipsis (…)
Aturan  penggunaan  tanda ellipsis  dalam  kalimat  menurut  Ejaan  Yang
Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus.
Misalnya:
-  Jika Saudara setuju dengan harga itu ..., pembayarannya akan segera
kami lakukan.
2.  Tanda elipsis dipakai untuk menunjukkan bahwa dalam suatu kalimat atau
naskah ada bagian yang dihilangkan.
-  Pengetahuan dan pengalaman kita ... masih sangat terbatas.
Catatan:
1.   Tanda elipsis itu didahului dan diikuti dengan spasi.
2.  Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai 4
tanda titik: 3 tanda titik untuk menandai penghilangan teks dan 1 tanda titik
untuk menandai akhir kalimat.
3.  Tanda elipsis pada akhir kalimat tidak diikuti dengan spasi.
Misalnya:
-   Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan cermat ....
J.  Tanda Petik (“ ”)
Aturan  penggunaan  tanda  petik  dalam  Ejaan  Yang  Disempurnakan
(EYD), yaitu:
1.  Tanda petik dipakai untuk mengapit petikan langsung yang berasal dari
pembicaraan, naskah, atau bahan tertulis lain.
Misalnya:
-   Pasal  36  UUD  1945  menyatakan,  "Bahasa  negara  ialah  bahasa
Indonesia. "
-  Ibu berkata, "Paman berangkat besok pagi. "
2.  Tanda petik dipakai untuk mengapit judul puisi, karangan, atau bab buku
yang dipakai dalam kalimat.
Misalnya:
-  Sajak "Pahlawanku" terdapat pada halaman 5 buku itu.
-  Saya  sedang  membaca  "Peningkatan  Mutu  Daya  Ungkap  Bahasa
Indonesia"  dalam  buku Bahasa Indonesia Menuju Masyarakat Madani.
-  Bacalah  "Penggunaan  Tanda  Baca"  dalam  buku Pedoman  Umum
Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan.
3.  Tanda petik dipakai untuk mengapit istilah ilmiah yang kurang dikenal atau
kata yang mempunyai arti khusus.
Misalnya:
-  Dia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama
"cutbrai".
Catatan:
1.  Tanda  petik  penutup  mengikuti  tanda  baca  yang  mengakhiri  petikan
langsung.
Misalnya:
-   Kata dia, "Saya juga minta satu."
2.  Tanda baca penutup kalimat atau bagian kalimat ditempatkan di belakang
tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti
khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat.
Misalnya:
-  Karena warna kulitnya, dia mendapat julukan "Si Hitam".
3.  Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik
itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.
4.  Tanda petik (") dapat digunakan sebagai pengganti idem atau sda. (sama
dengan di atas) atau kelompok kata di atasnya dalam penyajian yang
berbentuk daftar.
Misalnya:
-  zaman  bukan  jaman
asas  “  azas
jadwal  “  jadual
K. Tanda Petik Tunggal (‘ ’)
Aturan  penggunaan  tanda  petik  tunggal  dalam  Ejaan  Yang
Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit petikan yang terdapat di dalam
petikan lain.
Misalnya:
-  "Waktu  kubuka  pintu  depan,  kudengar  teriak  anakku,  'Ibu,  Bapak
pulang', dan rasa letihku lenyap seketika," ujar Pak Deni.
2.  Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna kata atau ungkapan.
Misalnya:
-  terpandai artinya ‘paling’ padai
-  mengambil langkah seribu artinya ‘lari pontang-panting’
3.  Tanda petik tunggal dipakai untuk mengapit makna, kata atau ungkapan
bahasa daerah atau bahasa asing.
Misalnya:
-  feed-back  ‘balikan’
-  dress rehearsal  ‘geladi bersih’
L.  Tanda Kurung (( ))
Aturan penggunaan tanda kurung dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), yaitu:
1.  Tanda  kurung  dipakai  untuk  mengapit  tambahan  keterangan  atau
penjelasan.  Dalam  penulisan  didahulukan  bentuk  lengkap  setelah  itu
bentuk singkatnya.
Misalnya:
-  Saya sedang mengurus perpanjangan kartu tanda penduduk (KTP).
KTP itu merupakan tanda pengenal dalam berbagai keperluan.
2.  Tanda kurung dipakai untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang
bukan bagian utama kalimat.
Misalnya:
-  Sajak Tranggono yang berjudul "Ubud" (nama tempat yang terkenal di
Bali) ditulis pada tahun 1962.
3.  Tanda kurung dipakai untuk mengapit huruf atau kata yang kehadirannya di
dalam teks dapat dihilangkan.
Misalnya:
-  Pejalan kaki itu berasal dari (Kota) Surabaya.
4.  Tanda kurung dipakai untuk mengapit angka atau huruf yang memerinci
urutan keterangan.
Misalnya:
-  Faktor  produksi  menyangkut  masalah  (a)  bahan  baku,  (b)  biaya
produksi, dan (c) tenaga kerja.
-  Dia harus melengkapi berkas lamarannya dengan melampirkan (1) akta
kelahiran, (2) ijazah terakhir, dan (3) surat keterangan kesehatan.
Catatan:
Tanda kurung tunggal dapat dipakai untuk mengiringi angka atau huruf yang
menyatakan perincian yang disusun ke bawah.
Misalnya:
-   Kemarin kakak saya membeli
1) buku,
2) pensil, dan
3) tas sekolah.
M. Tanda Kurung Siku ([ ])
Aturan pengguaan tanda kurung siku dalam Ejaan Yang Disempurnakan
(EYD), yaitu:
1.  Tanda kurung siku dipakai untuk mengapit huruf, kata, atau kelompok kata
sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang
ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan
itu memang terdapat di dalam naskah asli.
Misalnya:
-  Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.
-  Ia memberikan uang [kepada] anaknya.
2.  Tanda  kurung  siku  dipakai  untuk  mengapit  keterangan  dalam  kalimat
penjelas yang sudah bertanda kurung.
Misalnya:
-  Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan di dalam Bab
II [lihat halaman 35–38]) perlu dibentangkan di sini.
N. Tanda Garis Miring (/)
Adapun aturan penulisan atau penggunaan tanda garis miring menurut
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD), yaitu:
1.  Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat, nomor pada alamat, dan
penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim atau
tahun ajaran.
Misalnya:
-   tahun ajaran 2012/2013
-  No.7/PK/2008
2.  Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti kata atau, tiap, danataupun.
Misalnya:
-  dikirimkan lewat darat/laut  ‘dikirimkan lewat darat atau laut’
-   harganya Rp15.000,00/lembar  ‘harganya Rp15.000,00 tiap lembar’
-  tindakan  penipuan  dan/atau  penganiayaan    ‘tindakan  penipuan  dan
penganiayaan, tindakan penipuan, atau tindakan penganiayaan’
O. Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)
Tanda penyingkat menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian
angka tahun.
Misalnya:
-  Dia ‘kan sudah kusurati ( ‘kan = bukan)
-  Malam ‘lah tiba ( ‘lah = telah)


Pancasila


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Sering kita temukan bahwa nilai-nilai pancasila pada masa sekarang merosot tajam dari masa-masa sebelumnya. Hal ini tak lepas dari pengaruh jaman,globalisasi maupun masuknya ideologi-ideologi yang tak sesuai. Padahal dibalik lahirnya pancasila, perlu proses yang sangat panjang dan ada sejarahnya untuk membentuk suatu ideologi bangsa yang digunakan dari masa ke masa. Berbicara tentang sejarah mungkin kita bosan mendengarnya, tapi sejarah merupakan dasar dari segala aspek kehidupan yang perlu dipelajari dan ingat karena sejarah merupakan fondasi untuk membangun sesuatu yang baru. Sejarah perlu dipelajari untuk memulai perubahan dan mengambil tindakan tepat terhadap tujuan kita.
Sejarah adalah satu kajian untuk menceritakan satu kisaran jatuh bangunnya seseorang tokoh,masyarakat,peradaban bahkan termasuk ideologi suatu negara. Pancasila adalah bagian dari kesadaran sejarah bangsa indonesia. Eksistensi pancasila selalu berkembang dan berubah sesuai dengan perkembangan dan perubahan konsep dan persepsi manusia terhadap dasar negara itu sendiri. Ideologi Pancasila pada mulanya dikonsep sebagai dasar dari segala sumber hokum yang dijadikan pandangan bangsa Indonesia untuk membangun Negara yang berdasar ata sila-sila pancasila.. Tetapi, beberapa dasawarsa terakhir konsep, persepsi dan penilaian terhadap pancasila bergeser. Hal itu selain karena perubahan pandangan manusia-masyarakat terhadap integritas pancasila yang berkaitan dengan menurunnya tingkat pengamalan sila-sila pancasila, juga karena perkembangan yang cukup radikal di bidang pengetahuan dan teknologi, terutama bidang informasi dan komunikasi. Dalam perkembangan berikutnya, sekaligus sebagai biasnya, pancasila mulai mengalami dilema eksistensial.
Untuk Itu, perlu adanya suatu kajian yang menerangkan bagaimana eksistensi pancasila dalam kehidupan sejarah bangsa Indonesia untuk mengimplementasikannya pada kehidupan yang sekarang demi kemajuan bangsa Indonesia.


1.2  Rumusan Masalah
 Perumusan masalah ini perlu di rumuskan agar isi tidak menyimpang jauh dengan materi dan hal ini juga berguna untuk menghindari pembiasan pembahasan yang kurang diperlukan bahkan tidak perlu. Permasalahan ini menyangkut bagaimana Pancasila dari masa – ke masa dan tidak jauh dari sejarah bangsa.  Berdasarkan pokok – pokok permasalahan yang telah terurai jelas pada latarbelakang , rumusan masalah yang didapat adalah:      
1.      Bagaimana implementasi nilai luhur pancasila pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia?
2.      Bagaimana implementasi nilai pancasila di era penjajahan?
3.      Bagaimana peran pancasila sebagai motivator kebangkitan nasional?
4.      Bagaimana proses lahirnya pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia?
1.3  Tujuan
Dalam Penulisan makalah ini kami memiliki tujuan untuk:
1.      Ingin mengetahui implementasi nilai luhur pancasila pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia.
2.         Ingin mengetahui implementasi nilai pancasila di era penjajahan.
3.         Ingin mengetahui  peran pancasila sebagai motivator kebangkitan nasional.
4.         Ingin mengetahui proses lahirnya pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.
1.4  Mamfaat
1.      Agar pembaca dapat mengetahui implementasi nilai luhur pancasila pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia.
2.      Agar pembaca dapat mengetahui implementasi nilai pancasila di era penjajahan.
3.      Agar pembaca dapat mengetahui peran pancasila sebagai motivator kebangkitan nasional.
4.      Agar pembaca dapat mengetahui proses lahirnya pancasila sebagai dasar Negara Republik Indonesia.





BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Implementasi Nilai luhur Pancasila pada masa kerajaan-kerajaan di Indonesia
            Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila sebenarnya sudah dapat terlihat dari masa kerajaan-kerajaan lama. Menurut Muhammad Yamin berdirinya Negara kebangsaan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kerajaan-kerajaan lama yang merupakan warisan nenek moyang bangsa Indonesia.
            Masa kerajaan Indonesia dimulai dari berdirinya kerajaan Hindu tertua di Indonesia yaitu kerajaan Kutai (Kalimantan Timur) pada tahun 400 Masehi. Di Kutai terdapat peninggalan berupa tujuh buah yupa yang memakai huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta. Sekitar tahun 400-500 Masehi berdiri kerajaan Hindu lainnya yaitu kerajaan Tarumanegara dengan rajanya Purnawarman. Dua kerajaan diatas sudah membuktikan paling tidak ada nilai luhur dari Pancasila yang sudah ada di masa kerajaan yaitu sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
            Selanjutnya pada abad ke-7 berdiri kerajaan Budha pertama di Indonesia yaitu kerajaan Sriwijaya yang terletak di Sumatera. Kerajaan ini menggunakan bahasa Melayu Kuno dan huruf Pallawa. Kerajaan Sriwijaya juga merupakan kerajaan maritim yang kuat yaitu kerajaan yang mengandalkan jalur perhubungan laut. Wilayah kerajaan Sriwijaya sangat luas, hamper meliputi seluruh nusantara, bahkan sampai Srilangka, Semenanjung Malaya,dan kepulauan sekitarnya. Pemerintahan sudah teratur dibawah datu. Muh. Yamin mengatakan kerajaan Sriwijaya adalah Negara kesatuan pertama dengan dasar kedatuan. Sistem perdagangan telah diatur dengan baik, dimana pegawai raja mengumpulkan hasil-hasil rakyat sehingga rakyat lebih mudah dalam pemasarannya. Selain perdagangan sistem pemerintahan di kerjaan Sriwijaya juga terdapat pegawai pajak, rohaniawan yang menjadi pengawas teknis dari gedung-gedung dan patung-patung suci, sehingga membuat kerajaan dapat menjalankan kerajaannya dengan nilai-nilai Ketuhanan. Ini juga merupakan bukti bahwa sejak nenek moyang kita terdapat nilai-nilai luhur dari Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut. Selain adanya patung-patung suci atau rohaniawan yang menunjukan nilai luhur dari Pancasila terdapat bukti yang lainnya yaitu didirikan Universitas Agama Budha yang sudah dikenal di Asia Pasifik. Pelajar dari Universitas ini bisa melanjutkan studinya ke India, selain itu banyak guru-guru tamu yang mengajar di Universitas ini, seperti Dharmakitri. Cita-cita kesejahteraan bersama dalam suatu negara telah tercermin dalam perkataan “marvuat vannua Criwijaya ssiddhayatra subhiksa” yang berarti suatu cita-cita Negara yang adil dan makmur.
            Secara keseluruhan di Sriwijaya terdapat nilai-nilai luhur dari Pancasila, yaitu Ke-Tuhan-an, Kemanusiaan, Persatuan, Tata pemerintahan atas dasar musyawarah dan keadilan sosial telah terdapat sebagai nilai-nilai yang telah ada di bangsa Indonesia pada saat itu akan tetapi belum dirumuskan secara kongkrit. Dokumen yang dapat membuktikan hal tersebut ialah Prasasti-prasasti di Telaga Batu, Kedukan Bukit, Karang Brahi, Talang Tuo, Kota Kapur. Jadi hal-hal yang menunujukan bahwa nilai-nilai Pancasila sudah ada sejak masa kerajaan Sriwijaya secara keseluruhan, antara lain sebagai berikut :
1.      Nilai sila pertama, terlihat dari adanya umat agama Budha dan umat agama Hindu yang hidup berdampingan secara damai. Selain itu juga adanya pusat kegiatan rohani dan para rohaniawan itu sendiri.
2.      Nilai sila kedua, terlihat dari terjalinnya hubungan antara Sriwijaya dengan India (Dinasti Harsha), Pengiriman para pemuda untuk belajar di India, Tumbuhnya nilai-nilai politik luar negeri yang bebas aktif, adanya sistem pemerintahan yang bisa membuat suatu keadilan bagi semua manusia.
3.      Nilai sila ketiga, terlihat dalam bentuk kerajaan Sriwijaya yang sering disebut kerajaan Maritim, Sriwijaya telah menerapkan konsep negara kepulauan sesuai dengan konsepsi Wawasan nusantara, Pemerintahan sudah teratur dibawah datu. Muh. Yamin mengatakan kerajaan Sriwijaya adalah Negara kesatuan pertama dengan dasar kedatuan.
4.      Nilai sila keempat, terlihat dari kerajaan Sriwijaya telah memiliki kedaulatan yang sangat luas, meliputi Indonesia sekarang, Siam, Semenanjung Malaya.
5.      Nilai sila kelima, terlihat dari kerajaan Sriwijaya yang menjadi pusat pelayanan dan perdagangan, sehingga kehidupan rakyatnya menjadi makmur sejahtera. Adanya sistem perdagangan yang membuat rakyat-rakyat bisa menjual dagangannya. Adanya sistem pemerintahan yaitu sistem pajak yang membuat suatu keadilan di kerajaan tersebut.
Setelah kekuasaan raja-raja di kerajaan diatas mulai surut, di daerah-daerah lain muncul kerajaan-kerajaan. Kerajaan-kerajaan Hindu lainnyatersebut antara lain :
1.      Kerajaan Mataram
2.      Kerajaan Medang
3.      Kerajaan Kahuripan
4.      Kerajaan Kediri
5.      Kerajaan Singasari
6.      Kerajaan Majapahit
Secara keseluruhan pengamalan sila-sila Pancasila pada masa kerajaan Hindu Budha antara lain :
Pengamalan sila Ketuhanan Yang Maha Esa telah terbukti dari rukunnya umat agama Hindu dan umat agama Budha yang hidup secara berdampingan, Empu Prapanca menulis Negarakertagama yang didalamnya tertulis istilah Pancasila, Empu Tantular menulis buku yang didalamnya terdapat seloka persatuan nasional yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Mangrua” artinya walaupun berbeda-beda namun tetap satu jua dan tidak ada agama yang memiliki tujuan yang berbeda.
Pengamalan sila Kemanusiaan telah terbukti dari hubungan raja Hayam Wuruk dengan kerajaan-kerajaan asing seperti kerajaan Tiongkok, Ayoda, Champa, dan Kamboja. Selain itu juga mengadakan persahabatan dengan Negara lain atas dasar Mireka Satata.
Pengamalan sila Persatuan Indonesia terbukti dari keutuhan suatu kerajaan. Sumpah Palapa merupakan contohnya. Gajah Mada mengucapkannya pada sidang Ratu dan Menteri pada tahun 1331 yang bertujuan mempersatukan seluruh nusantara. Sumpah tersebut berbunyi: Saya baru akan berhenti berpuasa makan Palapa, jika seluruh nusantara bertakluk dibawah kekuasaan Negara, jika gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sundda, Palembang, dan Tumasik telah dikalahkan.
Sila Kerakyatan dapat dilihat pada sistem kerajaan Majapahit. Menurut prasasti Brumbung dalam kerajaan Majapahit terdapat penasehat kerajaan seperti Rakryan I Hino, I Sirikan, I Halu. Gotong royong pada masyarakat menumbuhkan adat musyawarah untuk mufakat dalam menuntaskan masalah.
Sila Keadilan Sosial terlihat dari adanya kesejahteraan dan kemakmuran pada rakyat-rakyat di setiap kerajaan.
Setelah itu muncul kerajaan-kerajaan Islam antara lain : Kerjaan Samudra Pasai, Demak, Pajang, Aceh, Mataram, Cirebon, Banten, Gowa-Tallo, Ternate dan Tidore. Kerajaan tersebut juga memiliki nilai-nilai luhur dari Pancasila.
Jadi pada dasarnya nilai-nilai luhur Pancasila sudah melekat di jiwa bangsa Indonesia sejak masa kerajaan.
2.2 Implementasi Nilai Pancasila di Era Penjajahan
2.2.1 Timbulnya Pergerakan Nasional
Pergerakan nasional terjadi dalam masa penjajahan, yang dilakukan oleh bangsa Indonesia dengan tujuan untuk merebut kemerdekaan. Timbulnya pergerakan nasional didorong oleh faktor intern dan ekstern.
a. Faktor intern : penderitaan bangsa, baik politik, ekonomi maupun social, gagalnya perjuangan yang bersifat local, timbulnya kesadaran nasional, khususnya dikalangan kaumn terpelajar.
b. Factor ekstern : kekalahan Rusia oleh Jepang 1905, pergerakan kebangsaan India oleh Gandhi, berdirinya Republik Filipina oleh Dr. Jose Rizal.
     2.2.2 Penjajahan Jepang
Dalam masa penjajahan Jepang, Jepang akan menyatakan bahwa Hindia Timur akan diberi kemerdekaan setelah tercapainya kemenangan dalam perang asia Timur Raya, dan jepang mengumumkan membentuk Dokuritu Zyunbi Tjuzakai(BPUPKI) dengan ketua Dr. K.R.T. Radjiman Wedyodiningrat dan wakil ketua Itibangase Yosio serta R.P Soeroso dengan aggota 60 orang. Dalam siding I, mendengarkan pidato anggota tentang dasar negara yang dibentuk, antara lain dari Muh. Yamin, Soepomo, dan Soekarno. Pidato Muh. Yamin dengan judul : Asas dan Dasar Kebangsaan Republik Indonesia. Pidato Muh. Yamin tentang asas dan dasar Indonesia adalah sebagai berikut :
a.  Peri Kebangsaan
b.  Peri Kemanusiaan
c.  Peri Ketuhanan
d. Peri Kerakyatan
e.  Kesejahtraan Rakyat
             Dalam buku Muhammad Yamin yang berjudul “Naskah Persiapan UUd 1945” disebutkan bahwa ia melampirkan Rancangan UUd RI. Pada bagian Pembuka dari rancangan itu ia menyebutkan : Ketuhanan Yang Mahaesa, Kebangsaan persatuan Indonesia, Rasa kemanusian yang adil dan beradab, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Rumusan rancangan dasar ini hamper sama dengan Pembukaan UUd 1945. Atas dasar inilah Nugroho Notosusanto menyimpulkan bahwa M. Yamin adalah orang yang pertama mengemukakan Dasar Negara pada 29 Mei 1945, sedangkan Bung Karno hanyalah orang pertama yang member nama Pancasila pada 1 Juni 1945.
Pidato Soepo yang membahas tentang : syarat-syarat pembentukan negara, dasar system pemerintahan, dasar Negara Indonesia Merdeka, konsekuensi dari teori negara terhadap hubungan antara negara dengan agama,bentuk pemerintah dan hubungan negara dengan kehidupan ekonomi. Interpretasi dan simpulan dari Prof. A. G. Pringgodigdo terhadap pidato Soepomo adalah : Dasar persatuan dan kekeluargaan, Takluk kepada Tuhan, Kerakyatan, Dalam lapangan ekonomi negara bersifat kekeluargaan, Negara Indonesia bersifat negara Asia Timur Raya. Sementara itu interpretasi versi Nugroho Notosusanto adalah : persatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, dan keadilan rakyat.
Pidato soerkano berjudul “Philosofosche grondslag dari pada Indonesia Merdeka” adalah : Kebangsaan Indonesia, Internasionale atau Perikemanusiaan, Mufakat atauDem okrasi, Ke-Tuhanan yang berbudaya. Pidato Bung Karno pada 1 Juni 1945 di depan siding BPUPKI, yang kemudian diterbitkan dengan judul “ Lahirnya Pancasila”. Kata pancasila sendiri sudah ada dalam buku Negarakertagama karangan Empu Prapanca dan buku Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku Sutasoma, Pancasila mempunyai arti sendi yang lima dan pelaksanaan kesusilan yang lima(Pancasila Krama), yaitu tidak boleh melakukan kekerasan, mencuri, berbohong, dengki dan menum minuman keras. Pancasila adalah buah hasil perenungan jiwa yang dalam, buah hasil penyelidikan cipta yang teratur dan saksama di atas pengetahuan dan pengalaman yang luas dari Bung Karno.
Kemerdekaan Indonesia
        Setelah America membom Hirosima pada 6-8-1945, pemerintah tentara Jepang mengumumkan akan membentuk panitia persiapan kemerdekaan (Dokuritu Zyumbi Iinkai) untuk memeriksa hasil-hasil BPUPKI. Pada 8-8-1945 Soekarno, Hatta dan Rajiman Wediodiningrat pergi ke Saigon memenuhi panggilan Jendral Terauchi. Jendral Terauchi mengangkat soekarno sebagai ketua PPKI, serta Moh Hatta sebagai wakil, dan Rajiman Wediodiningrat sebagai anggota. Sementara itu pada 9-81945 bom atom yang kedua jatuh di Nagasaki, Jepang menyerah tampa syarat pada 15-8-1945, ini berate terjadi kekosongan kekuasaan, jepang didak mungkin memenuhi janjinya memberikan kemerdekaan, dan Indonesia harus menyatakan sendiri kemerdekaannya. Atas inisiatif dan tanggungjawabnya sendiri, Bung Karno menambah keanggotaan PPKI menjadi 27 orang dengan tujuan:
a.  PPKI bersifat nasional, meliputi seluruh golongadan wilayah  Indonesia .
b.  PPKI merupakan badab perwakilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
c.  PPKI kemudian dapat menjadi badan pendahulu bagi KOmite Nasional.
             Pada 16-8-1945 terjadi penculikan Bung Karno dan Bung Hatta oleh sekelompok pemuda dan baru dikembalikan ke Jakarta ±pukul 20.00, dan peristiwa penculikan itu disebut Peristiwa Rengasdengklok yang dilator belakangin oleh perbedaan pendapat antara Bung Karno dan Moh Hatta dengan kelompok pemuda yang menginginkan agar proklamasi kemerdekaan pada hari itu juga oleh Bung Karno sendiri atas nama rakyat dan bukan oleh PPKI, sementara Bung Karno dan Moh Hatta harus mengadakan rapat PPKI dulu sebelum proklamasi. Rapat PPKI yang sedianya di adakan pada 16-8-1945 pukul 10.00, terpaksaditunda hingga pukul 23.30 di tempat kediaman Laksamana Maeda, dan mengambil keputusan :
a.  menyusun naskah proklamasi
b.  proklamasi dilakukan pada 17-8-1945 pukul 10.00 di Pegangsaan Timur 56
c.  `yang mendatangani Teks Proklamasi adalah Soekarno-Hatta
d. yang membaca Teks Proklamasi adalah Soekarno-Hatta atas nama bangsa Indonesia.
             Pada rapat PPKI pada 18-8-1945 mengambil keputusan untuk : Pengesahan Pembukaan, Pengesahan UUD, Pemilihan presiden dan wakil presiden,yang secara aklamasi disetujui Bung Karno dan Bung Hatta. Dan pada rapat PPKI pada 19-8-1945 : untuk sementara waktu Daerah Negara Indonesia dibagi dalam delapan provinsi, yang dikepalai oleh gubernur, yaitu : jawa barat, jawa tengah, jawa timur, Sumatra, borneo, Sulawesi, Maluku, dan sunda kecil. Dalam provinsi dibagi atas kereidemen, yang dikepalai oleh residen. Pemerintah Republik Indonesia dibagi dalam dua belas departemen(kementrian), yaitu : Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Kehakiman, Departemen Keuangan, Departemen Kemakmuran, Departemen Kesehatan, Departemewn Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan, Departemen Social, Departemen Pertahan, Departemen Perhubungan, dan Departemen Pekerjaan Umum.
2.3 Pancasila Sebagai Motivator Kebangkitan Nasional
Kebangkitan Nasional : adalah merupakan suatu momentum yang diperingati secara nasional ( di seluruh wilayah Negara Republik Indonesia, sekarang ini ), di mana  masa perjuangan Bangsa Indonesia pada awal dimulainya abad ke - 20, kemudian banyak mengalami perubahan-perubahan yang signifikan karena kegagalan-kegagalan perlawanan fisik yang telah dilakukan oleh para Pahlawan Bangsa dan para pendahulunya , di masa perjuangan sebelumnya.
Budi Utomo , adalah merupakan organisasi pelopor di bidang pendidikan dan sosial pada era Kebangkitan Nasional tersebut yang didirikan tepat pada tanggal 20 Mei 1908. Banyak dari mereka yang bergabung dalam organisasi-organisasi tersebut, kemudian mulai merintis jalan baru menuju cita-cita perjuangan Bangsa Indonesia selanjutnya.
Pancasila memang merupakan karunia terbesar dari Allah SWT dan ternyata merupakan light-star bagi segenap bangsa Indonesia di masa-masa selanjutnya, baik sebagai pedoman dalam memperjuangkan kemerdekaan, juga sebagai alat pemersatu dalam hidup kerukunan berbangsa, serta sebagai pandangan hidup untuk kehidupan manusia Indonesia sehari-hari, dan yang jelas tadi telah diungkapkan sebagai dasar serta falsafah negara Republik Indonesia.
Dapat dikemukakan mengapa Pancasila itu sakti dan selalu dapat bertahan dari guncangan kisruh politik di negara ini, yaitu pertama ialah karena secara intrinsik dalam Pancasila itu mengandung toleransi, dan siapa yang menantang Pancasila berarti dia menentang toleransi.
 Pancasila merupakan wadah yang cukup fleksibel, yang dapat mencakup faham-faham positif yang dianut oleh bangsa Indonesia, dan faham lain yang positif tersebut mempunyai keleluasaan yang cukup untuk memperkembangkan diri. Yang ketiga, karena sila-sila dari Pancasila itu terdiri dari nilai-nilai dan norma-norma yang positif sesuai dengan pandangan hidup bangsa Indonesia, dan nilai serta norma yang bertentangan, pasti akan ditolak oleh Pancasila, misalnya Atheisme dan segala bentuk kekafiran tak beragama akan ditolak oleh bangsa Indonesia yang bertuhan dan ber-agama.
Diktatorisme juga ditolak, karena bangsa Indonesia berprikemanusiaan dan berusaha untuk berbudi luhur. Kelonialisme juga ditolak oleh bangsa Indonesia yang cinta akan kemerdekaan. Sebab yang keempat adalah, karena bangsa Indonesia yang sejati sangat cinta kepada Pancasila, yakin bahwa Pancasila itu benar dan tidak bertentangan dengan keyakinan serta agamanya.
1.      Pancasila bertolak belakang dengan kapitalisme ataupun komunisme. Pancasila justru merombak realitas keterbelakangan yang diwariskan Belanda dan Jepang untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Pancasila sudah berkembang menjadi berbagai tahap semenjak ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945,yaitu :

Tahun 1945-1948 merupakan tahap politis. Orientasi Pancasila diarahkan pada Aand character building. Semangat persatuan dikobarkan demi keselamatan NKRI terutama untuk menanggulangi ancaman dalam negeri dan luar negeri. Di dalam tahap dengan atmosfer politis dominan, perlu upaya memugar Pancasila sebagai dasar negara secara ilmiah filsafati. Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandangan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan yang dalam karya-karyanya ditunjukkan segi ontologik, epismologik dan aksiologiknya sebagai raison d’etre bagi Pancasila (Notonagoro, 1950)
2.      Tahun 1969-1994 merupakan tahap pembangunan ekonomi sebagai upaya mengisi kemerdekaan melalui Pembangunan Jangka Panjang Pertama (PJP I). Orientasinya diarahkan pada ekonomi, tetapi cenderung ekonomi menjadi “ideologi”
Tahun 1995-2020 merupakan tahap “repostioning” Pancasila. Dunia kini sedang dihadapkan pada gelombang perubahan yang cepat sebagai implikasi arus globalisasi.
Globalisasi sebagai suatu proses pada hakikatnaya telah berlangsung jauh sebelum abad ke-20 sekarang, yaitu secara bertahap, berawal “embrionial” di abad 15 ditandai dengan munculnyanegara-negara kebangsaan, munculnya gagasan kebebasan individu yang dipacu jiwa renaissance dan aufklarung.
Menghadapi arus globalisasi yang semakin pesat, keurgensian Pancasila sebagai dasar negara semakin dibutuhkan. Pancasila dengan sifat keterbukaanya melalui tafsir-tafsir baru kita jadikan pengawal dan pemandu kita dalam menghadapi situasi yang serba tidak pasti. Pancasila mengandung komitmen-komitmen transeden yang memiliki “mitosnya” tersendiri yaitu semua yang “mitis kharismatis” dan “irasional” yang akan tertangkap arti bagi mereka yang sudah terbiasa berfikir secara teknis-positivistik dan pragmatis semata.
Hanya dengan pendidikan bertahap dan berkelanjutan, generasi sadar dan terdidik akan dibentuk, yaitu yang mengarah pada dua aspek. Pertama, pendidikan untuk memberikan bekal pengetahuan dan pengalaman akademis, ketrampilan profesional, dan kedalaman intelektual, kepatuhankepada nilai-nilai (it is matter of having). Kedua, pendidikan untuk membentuk jatidiri menjadi sarjana yang selalu komitmen dengan kepentingan bangsa (it is matter of being).
Bangsa Indonesia dihadapkan pada perubahan, tetapi tetap harus menjaga budaya-budaya lama. Sekuat-kuatnya tradisi ingin bertahan, setiap bangsa juga selalu mendambakan kemajuan. Setiap bangsa mempunyai daya preservasi dan di satu pihak daya progresi di lain pihak. Kita membutuhkan telaah-telaah yang kontekstual, inspiratif dan evaluatif.
2.4 Lahirnya Pancasila Sebagai Dasar Negara Republik Indonesia
Kedudukan pokok Pancasila bagi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)adalah sebagai dasar negara. Pernyataan demikian berdasarkan ketemtuan Pembukaan UUD 1945 yang menyatakan sebagai berikut :…”maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusywaratan perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.  Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara ini merupakan kedudukan yuridis formal oleh karena tertuang dalam ketentuan hukum negara, dalam hal ini UUD 1945 pada Pembukaan Alenia IV. Dinyatakan bahwa Pancasila yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa (the founding fathers)  itu dimaksudkan untuk menjadi dasarnya Indonesia merdeka.
Pancasila sebagai dasar negara mengandung makna bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi dasar atau pedoman bagi penyelenggaraan bernegara. Penyelenggaraan bernegara mengacu dan memiliki tolok ukur, yaitu tidak boleh menyimpang dari nilai-nilai Ketuhanan, nilai Kemanusiaan, nilai Persatuan, nilai Kerakyatan, dan nilai Keadilan.
Dengan proklamasi kemerdekaan pada tanggal 17 agustus 1945 maka jiwa pancasila yang mengandung nilai-nilai filsafat bangsa Indonesia yang bersumber pada kehidupan masyarakat Indonesia, dituangkan dalam undang-undang dasas 1945. Nilai-nilai pancasila terdapat dalam alenia ke 4 pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, oleh karena itu pancasila juga merupakan pokok kaidah negara yang fundamental. Pancasila merupakan norma dasar bagi negara dan bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa pancasila merupakan peraturan, hukum atau kaidah yang sangat fundamental. Tujuan mencantumkan pancasila dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah untuk dipergunakan sebagai dasar negara Rebublik Indonesia, yaitu landasan dalam mengatur jalannya pemerintahan di Indonesia. Pancasila merupakan jiwa dan kepribadian bangsa, karena unsur-unsurnya telah berabad-abad lamanya terdapat dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, pancasila adalah pandangan hidup atau falsafah hidup bangsa yang sekaligus merupakan tujuan hidup bangsa Indonesia.
Pancasila dalam kedudukannya sering disebut sebagai dasar filsafat atau dasar falsafah Negara (philosofische Gronslag) dari Negara, ideology Negara atau staatsidee. Dalam pengertian ini pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur pemerintahan Negara atau dengan lain perkataan pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Maka pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum, pancasila merupakan sumber kaidah hukum Negara yang secara konstitusional mengatur Negara republik Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan Negara.
Sebagai dasar Negara pancasila merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi suasana kebatinan atau cita-cita hukum sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta kaidah, baik moral maupun hukum Negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau Undang-Undang Dasar maupun yang tidak tertulis maupun konfensi. Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara pancasila mempunyai kekuatan mengingat secara hukum.
Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber terbit hukum Indonesia maka pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, kemudian dijamahkan atau dijabarkan lebih lanjut dalalm poko-pokok pokiran yang meliputi suasana kebatinan dari Undang-Undang Dasar 1945, yang pada akhirnya dikonkritisasikan atau dijabarkan dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945, serta hukum positif lainnya. Kedudukan pancasila sebagai dasar Negara tersebut dapat dirinci sebagai berikut :
a. Pancasila sebagai dasar Negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum (sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan asas kerohanian tertib hukum Indonesia.
b. Meliputi suasana kebatinan (geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang Dasar 1945.
c. Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar Negara (baik hukum gasal tertulis maupun tidak tertulis).
d. Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara (termasuk para penyelenggara partai dan golongan fungsional). Memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
e. Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelenggara Negara, para pelaksanan pemerintahan (juga para penyelenggara partai dan golongan fungsional). Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan penyelenggaraan Negara. Dengan semangat yang bersumber pada asas kerohanian Negara sebagai pandangan hidup bangsa, maka dinamika masyarakat dan Negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerohanian Negara.
Pasal 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan ‘Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum negara.  Ironisnya, ketentuan yang maha penting ini – yaitu mengenai ’sumber dari segala sumber hukum negara’ – tidak diatur dalam Undang-Undang Dasar yang secara formil merupakan dasar negara. Pancasila sudah tercantum dalam paragraf terakhir pembukaan UUD yang berbunyi ’…Negara Republik Indonesia… berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, serta… mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia’.  Selain itu, Pancasila telah tercantum secara konkrit dalam berbagai pasal UUD 1945.  Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa sudah tercantum dalam Pasal 29 Ayat (1) yang berbunyi ‘[n]egara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa’.  Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab tercantum dalam Bab XA tentang hak asasi manusia.  Ketiga, persatuan Indonesia telah ditentukan dalam Pasal 1 Ayat (1) yang berbunyi ’Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan…’, dan juga dalam pasal-pasal yang mengatur tentang struktur pemerintahan Indonesia yang bersifat unitary (kesatuan) dan disentralisasi.  Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan telah dijamin dalam Pasal 1 Ayat (2), dan Bab VII tentang DPR yang menyerahkan kewenangan pembuatan Undang-Undang kepada DPR yang merupakan badan perwakilan.  Namun, sila ini mungkin dapat dikatakan tidak sekuat dulu sejak MPR tidak lagi ditetapkan sebagai lembaga tertinggi negara.  Kelima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dijamin dalam Bab XA tentang hak asasi manusia, serta Bab XIV tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial.  Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa UUD 1945 tidak bertentangan dengan Pancasila, bahkan Pancasila sudah tercantum secara implisit dalam UUD 1945.  Akan tetapi, oleh karena UUD 1945 merupakan sumber utama dan pertama dari segala hukum Indonesia yang tidak dapat disimpangi dalam keadaan apapun.
Dasar formal kedudukan pancasila sebagai dasar Negara republik Indonesia tersimpul dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alenia IV yang bunyinya sebagai berikut “ maka disusunlah kemerdekan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada ketuahanan yang maha esa kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Menurut kelan kata “dengan berdasar kepada” hal ini secara yuridis memiliki makna sebagai dasar negara. Walaupun dalam kalimat terakhir pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tidak tercantum kata pancasila secara eksplisit namun anak kalimat “ dengan berdasar kepada” ini memiliki makna dasar negara adalah pancasila. Hal ini berdarkan atas interpratasi historis sebagai mana ditentukan oleh BPUPKI bahwa dasar negara Indonesia itu disebut dengan istilah pancasila.
Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentukan negara bahwa tujuan utama dirumuskannya pancasila adalah sebagai dasar negara republik Indonesia. Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagai mana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, ketetapan NO.XX/MPRS/1966. Ketetapan MPR NO.V/MPR/1973 dan ketetapan NO.IX/MPR/1978. Dijelaskan bahwa pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber tertub hukum Indonesia yang pada hakekatnya adalah merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Selanjutnya dikatakan bahwa cita-cita tersebut meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa, prikemanusian, keadilan sosial, perdamaian sosial, cita-cita politik mengenai sifat, bentuk dan tujuan negara cita cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia.
Dalam proses reformasi dewasa ini MPR melalui siding istimewa tahun 1998, mengembalikan kedudukan pancasila sebagai dasar negara republik Indonesia yang tertuang dalam tap MPR NO.XVIII/MPR/1998. Oleh karena itu segala agenda dalam proses reformasi, yang meliputi berbagai bidang selain berdasarkan pada kenyataan aspirasi rakyat (sila 4 juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila). Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai ketuhanan, kemansiaan, persatuan, kerakyatan, serta keadilan.